Max Sopacua
PON atau Pekan Olahraga nasional pertama kali
berlangsung tahun 1948 di Solo yang digagas oleh
para pejuang bangsa sebagai alat pemersatu.
Dengan tujuan untuk menunjukan kepada kaum
penjajah saat itu, bahwa Indonesia bisa bersatu,
dan PON lah bentuk konkrit sebagai alat
pemersatu bangsa.
Di era kemerdekaan hingga saat ini PON tetap
sebagai agenda olahraga nasional 4 tahunan
dengan perkembangan yg luar biasa namun mulai
terjadi pergeseran dari tujuan awal, dimana
kepentingan secara nasional mulai bergeser cepat
kepada kepentingan dan kebanggaan atas daerah
masing-masing, apalagi bagi Tuan Rumah sebagai
penyelenggara. Hal ini tidak bisa dipungkiri
ketika daerah berlomba mengajukan diri sebagai
tuan rumah PON, hingga berani mengeluarkan biaya
penyelenggaraan yg besar demi nama daerah,
dengan strategi dan tujuan dapat mendulang
medali emas sebanyak-banyaknya.
PON XIX Jabar baru berakhir dengan upacara
penutupan tgl 29 September kemarin oleh Wapres
Yusuf Kalla. Banyak cerita yg didengar dan
diambil hikmahnya terhadap apa yg terjadi dari
segi penyelenggaraannya.
Sebagai orang yang puluhan tahun berkecimpung di
olahraga termasuk dikepengurusan KONI pusat,
saya menterjemahkan apa yg terjadi di PON
sebagai sebuah keniscayaan dari kepentingan
mendulang medali emas untuk daerah yang di
wakili.
Memang perlu evaluasi seperti yang di katakan
Menpora dan perlu juga di pertegas kriteria
sebuah cabang olahraga untukk bisa di
pertandingkan di PON apabila PON mau dijadikan
starting point menuju Sea Games, Asian Games dan
Olyimpiade
Banyak hal yang dikritisi diarena partandingan
karena disinyalir keberpihakan wasit, terjadi
perkelahian di arena pertandingan dan lain-lain.
Munculnya atlet-atlet muda dengan prestasi yang
mampu mengalahkan seniornya dan bahkan
mengalahkan atlet nasional menjadi catatan
tersendiri bagi pembinaan kedepannya. Lain
halnya dengan salah satu cabang olahraga yang
sangat tenang dan damai dimata publik, dalam
pertandinganya biarpun terjadi persaingan yg
luar biasa, yakni cabang Golf yg berlokasi di
BGG Jatinangor. Golf jauh dari keributan, Golf
jauh dari hingar bingar penonton, tetapi sangat
dalam dibidang persaingan, penuh pressure dan
tensi yang tinggi namun tetap tenang. Golf
memperlihat kan pemain-pemain muda binaan
pengprov dan suport orang tua pemain.
Dan sebagai catatan hampir semua medali
diperoleh oleh atlet yang tidak diperhitungan
sebelumnya, dan bukan merupakan pegolf yang
pernah memperkuat team nasional, hanya satu
medali emas di kelompok beregu putra yang diraih
dengan keberadaan atlet nasional. Hal ini
terjadi tidak hanya di Golf, di cabang olah raga
lainnya juga.
DKI Jakarta, Jabar dan Jatim adalah 3 daerah
jumlah pegolf terbanyak, baik senior maupun
junior. Persaingan antara ketiga daerah ini
dalam perebutan medali emas luar biasa, yang
pada akhirnya Jatim unggul dengan 4 emas 1 perak
2 perunggu. DKI meraih 2 emas 4 perak 2
perunggu, sementara tuan rumah Jabar berada pada
posisi ke 3 dengan 1 emas, 2 perak dan 3
perunggu..
Melihat perkembangan cabang Golf di PON XIX
Jabar ini ada daerah yg melaju pesat namun ada
juga yg tersendat. Dari pengamatan selama
beberapa hari terlihat ada kesenjangan dalam
hubungan antar individu. Apakah itu antar pemain
dengan pengurus atau antar sesama pemain.
Olahraga Golf disebut sebagai sport elit dan
memungkinkan para pemain juga berasal dari
keluarga yg berada. Keadaan ini sangat
memungkinkan kesenjangan terjadi antara pemain
yg di bina oleh orang tuanya dengan pengurus
cabang ini di tingkat propinsi. Sehingga
adakalanya pengurus cabang ini kewalahan
menghadapi situasi atlit dimana adakalanya orang
tua lebih dominan dibanding pengurus.
Yang dipertanyakan adalah sejauh mana komitmen
seorang atlit dngan status amatir dibanding
dengan yang sudah berstatus Pro. Kita masih akan
menghadapi event Internasional seperti Sea Games
tahun depan dan tuan rumah Asian Games 2018.
Hubungan antara pengurus dan pemain rasanya
harus mendapat proritas untuk dibenahi, karena
degan hubungan yang harmonis antara kedua pihak
akan melahirkan hasil maksimal. Mantan Ketua
KONI Pusat Wismoyo Arismunandar kepada semua
pembina dan pengurus cabang2 olahraga menanamkan
philosopy…”Hubungan yg indah antara pemimpin dan
yang dipimpin akan bisa menghasilkan sesuatu
yang tidak mungkin, menjadi mungkin”.
Apapun yang akan terjadi roda pembinaan pemain
harus terus bergulir, persaingan antar daerah di
PON XX Papua thn 2020 akan berulang kembali.
Mari benahi sejak dini untuk capai hasil yang
lebih baik. (ms)
|